Kualitas kayu jati Indonesia masih diakui yang terbaik sejagat


Pengusaha mengakui kualitas kayu jati asal Indonesia adalah bahan baku furnitur dan mebel terbaik sejagat. Hanya saja, banyak eksportir nakal yang mengirim kayu jati kelas nomor wahid secara gelondongan ke luar negeri.
Selain ilegal, tindakan itu merugikan pengrajin di Tanah Air yang mencari bahan baku jati berkualitas. Salah satu yang mengeluh adalah Ninik dari perusahaan Mirota Furniture Yogyakarta. Dia mengakui kayu jati yang beredar di pasaran dalam negeri tidak terlalu bagus.
"Ini kritik saya, yang di pasaran adanya jati grade B atau AB, kalau jati kualitas A sudah dieskpor ke luar negeri, padahal itu kan ilegal," ujarnya di sela-sela Pameran International Furniture & Craft Fair Indonesia, di Kemayoran, Selasa (12/3).
Pengusaha yakin jika kayu jati kualitas utama tersedia, produk-produk mereka bisa lebih laris di pasaran Eropa. "Beberapa furnitur itu tidak mungkin pakai kayu lain, karena hanya jati grade A yang bisa bertahan di negara empat cuaca," kata Ninik.
Saat ini di pasaran jati grade A rata-rata dijual Rp 10 juta per batang. Sementara grade B dan C yang jadi bagian para pengrajin dijual di kisaran Rp 5-7 juta. Keluhan serupa soal kelangkaan jati bermutu disuarakan oleh Uswanto dari CV Indoantika, Jepara, Jawa Tengah.
Dia sempat mencoba jati asal negara lain tapi rupanya kualitasnya masih kalah dengan jati grade A asal Indonesia. "Kayu jati kita is the best, sempat coba jati dari Burma, tapi masih kalah," ungkapnya.
Ditemui wartawan di lokasi pameran kemarin, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengakui perlunya menjaga jati grade A agar tidak mudah diekspor ke luar negeri. Ekspor gelondongan marak sebab saat ini kayu jati lebih cepat dipanen dengan harga jual tidak kalah dari yang sudah ditanam puluhan tahun lebih lama.
"Jati kita dulu 60 tahun baru bisa dipanen, sekarang 20 tahun sudah bisa," ungkapnya.
Terkait maraknya penjualan jati gelondongan ke luar negeri, seperti kayu-kayu hutan lestari lainnya, Zulkifli menilai solusinya adalah menertibkan eksportir. Khususnya melalui Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
"Kita harus perangi pembalakan liar dan ini tidak fair. Kita sudah sepakat penjualan kayu internasional harus sepakat untuk mempunyai sertifikasi legalitas kayu. Pemerintah Indonesia mengharuskan adanya sertifikasi legal dari mulai pencabutan hingga pengolahan yang dimulai Januari 2013," katanya.